Jumat, 07 Mei 2010

HISTOLOGI OVARY

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak betina tidak hanya menghasilkan sel kelamin (ovum) yang penting peranannya dalam membentuk individu baru, tetapi juga menyediakan tempat beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru, mulai dari pembuahan dan pemeliharaan selama awal kehidupan sampai melahirkan.
Organ reproduksi ternak betina terbentuk sebelum dilahirkan sesuadah dilahirkan organ tersebut berkembang tahap demi tahap sampai hewan mencapai dewasa kelamin dan mampu untuk mengandung dan melahirkan anak. Ovarium terbentuk dari sel sel lembaga didalam ovarium. Berat ovum didalam ovarium pada waktu lahir, tetapi hanya beberapa bagian kecil saja folikel yang menyelubungi ovum dapat menjadi dewasa dan melepaskan ovum untuk dibuahi sperma. Folikel ini menjadi dewasa dengan terbentuknya lapisan lapisan sel granulosa yang mengelilingi ovum. Pendewasaan folikel disertai dengan penimbungan cairan yang menyebabkan ovum terdesak kesalah satu posisi folikel itu dan berada didalam benjolan massal sel yang bergranulosa. Didalam folikel yang menjadi dewasa, ovum yang berdegenerasi, sehingga folikelnya ikut berdegenerasi.
Melihat tahap tahap perkembangan folikel sangat penting bagi proses terbentuknya ovum yang sangat dibutuhkan dalam proses reproduksi pada hewan betina, maka dilakukan praktium Dasar Reproduksi Ternak mengenai Histologi Ovary.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan Praktikum Dasar Reproduksi Ternak mengenai Histologi Ovary adalah untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan folikel pada ovarium sapi betina.
Kegunaannya adalah agar praktikan dapat lebih mengenal bentuk-bentuk pada setiap tahap perkembangan folikel dengan membedakan ciri yang dimiliki masing masing tahap perkembangannya.


Metode Praktek
1. Sampling Jaringan
Jaringan yang dikehendaki dari tubuh hewan yang kemudian di maksudkan kelarutan fisiologis NaCL 0,9%.
2. Fiksasi
Larutan yang digunakan adalah larutan boin. Tujuan fiksasi ini adalah untuk mempertahankan elemen elemen jaringan agar tetap utuh. Larutan boin terdiri dari asam pikrat yang berfungsi melunakkan tulang dan asam pikrat menggerakkan jaringan serta formalin mengawetkan jaringan, dan alkohol ovarium difiksasi selama 6-8 hari.
3. Washing
Setelah proses fiksasi selesai lalu jaringan diangkat dan dicuci dengan menggunakan air keran.
4. Dehidrasi
Setelah proses fiksasi pertama tama dimasukkan kedalam larutan alkohol 70%, 90-95% masing masing 24 jam. Setelah itu jaringan dipindahkan kedalam larutan alkohol 100% selama 1 jam yang selanjutnya kedalam larutan alkohol absolut I, II, III masing masing selama 1 jam dimana proses ini bertujuan untuk menghilangkan air jaringan.
5. Clean
Setelah proses dehidrasi selesai kemudian jaringan ditiriskan sebentar tetapi jaringan jangan sampai kering, setelah itu dimasukkan kedalam xylol I, II, III, selama 30 menit. Proses ini bertujuan menggantikan posisi alkohol yang telah mengalami transparasi jaringan atau proses dehidrasi dengan pelarut (medium) menjadi jernih.
6. Infiltrasi
Jaringan yang telah diangkat dari xylol III di masukkan kedalam parafin cair, kedalam inkubator bersuhu 60-65oC. Selama 1 jam. Kemudian jaringan diangkat dan dimasukkan kedalam parafin cair II dan III yang masing masing selama 1 jam. Proses ini merupakan usaha yang menyusunkan media penanaman (parafin) kedalam jaringan dengan jalan menggantikan kedudukan dehidran dan bahan penjernih.
7. Embedding
Jaringan tersebut diangkat dengan menggunakan pinset dan diletakkan pada wadah kecil yang kemudian dituangkan parafin cair. Jaringan tersebut diatur sesuai dengan bentuk sayatan yang akan dikehendaki, setelah pinggir wadah mulai mengeras kemudian dipindahkan ketempat yang ingin kurang lebih 1 malam.
8. Sactionong
Setelah dipotong blok parafin diletakkan dulu semalam dalam kulkas untuk memudahkan penetrasi pisau sehingga dapat menghasilkan sayatan yang bagus, kemudian dipotong dengan menggunakan mikroton dengan ketebalan 5-8 mikron yang sesuai dengan keinginan. Hasil potongan seperti untaian pita kemudian diletakkan dalam air dingin yang tebal disiapkan dengan obyek glass ambil kemudian dimasukkan kedalam air hangat yang bersuhu 40-45% lalu biarikan beberapa saat.
9. Staining dan mounting
Pewarnaan yang biasa digunakan adalah himatoxylillanosin (HE). Jaringan terlebih dahulu didefarpinisikan dengan melakukan perendaman obyek gelas yang berisi jaringan kedalam larutan Xylol I, II, III masing masing selama 3-5 me3nit jaringan sehingga memudahkan dalam pewarnaan.
Objek glass jaringan kemudian direndam dalam larutan cosin kurang lebih 30 menit dan air destilasi selama 30 menit agar pewarna tidak larut ketika dilakukan dehidrasi. Pemucatan warna sekaligus dehidrasi dilakukan dengan mengeluarkan beberapa saat dalam larutan seri alkohol 70%, 80%, 90&, dan 100% yang dilakukan penjernihan (Clerning) dengan mengeluarkan kedalam larutan xylol I,II,III beberapa saat.

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Folikel
1. Folikel Primordial

Berdasarkan dari hasil pengamatan maka dapat diketahui bahwa folikel primordial yang diamati memiliki selapis sel folikel kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Toilehere (1985), bahwa folikel primordial terdiri dari satu bakal sel telur yang fase ini disebut Oogonium selapis tebal folikel ini berkumpul dibawah tunica albugenae. Folikel primordial disebut juga folikel primer yang terdiri dari Oosit primer dan dikelilingi oleh sel sel kubus selapis atau sel sel folikel. Hal ini sesuai dengan pendapat Brown (1992) bahwa folikel primordial disebut juga folikel primer muda (awal) yang dikelilingi oleh epitel pipih selapis. Folikel folikel primer terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh epitel pipih atau epitel kubu sel pipih yang disebut juga sel sel folikel.
Diameter dari folikel ini adalah 40mm dan terletak pada permukaan ovarium dan belum memiliki membran vitaline. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1992), bahwa folikel primer berdiameter 40µm dan dikelilingi oleh membran basal. Folikel ini terletak dekat atau melekat pada bagian permukaan ovarium dan umumnya tidak terbungkus oleh membran vitelinne.
Pada awal pertumbuhan folikel primordial hanya dilapisi oleh selapis sel sel
epitel granulosa tapi lambat laun dilapisi oleh selapis sel. Sel ini berkembang dan membentuk folikel selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Salisbury (1985) bahwa pada pertumbuhan awal dari folikel terdapat satu lapisan tunggal yang lambat laun akan mengalami perubahan menjadi dua lapisan dan selanjutnya terbentuk folikel sekunder. Pendapat tersebut juga didukung oleh Nalbandov (1990), bahwa folikel pada ovarium mengalami beberapa tahap perkembangan yang diawali dengan folikel primer dimana terbetuk lapisan tebal dibawah tunica albugenia.
Pertumbuhan folikel terjadi pada hewan betina yang masih dalam kandungan dan setelah lahir. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukra (2000), bahwa dari 50.000 stok folikel primordial pada saat lahir 3-4 folikel bertumbuh setiap hari dan yang berovulasi hanya 50-200 folikel.
2. Folikel Preantrum
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa folikel preantrum yang diperoleh yaitu membentuk suatu lapisan multiselular yang membentuk suatu membran zona peluicida antara oogenium. Hal ini sesuai dengan pendapat Toilehere (1985), bahwa sekelompok sel sel folikel memperbanyak diri membentuk suatu lapisan multiseluler dan membentuk suatu membran zona peluicida. Berdasarkan gambar yang diperoleh maka diketahui bahwa folikel preantrum dimana jumlah sel granulanya lebih banyak dibandingkan folikel primer sehingga nampak lebih besar. Ovum didalam volikel terbungkus oleh selaput zona pelluicida. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1992), bahwa folikel sekunder mempunyai jumlah sel sel granulosa lebih banyak sehingga ukuran lebih besar dari folikel primer dan terletak tak jauh dari permukaan ovarium.ovum telah mempunyai pembungkus tipis dari permukaan membran viteline terdapat zona pelluicida. Jumlah folikel sekunder pada hewan betina yang sedang dalam proses pertumbuhannya kurang dari sepertiga jumlah folikel primer yang berjumlah 73.000.
Dari hasil pengamatan folikel preantrum yang dapat terlihat lapisan multiselular disekeliling vitellus dan terlihat zona pelluicida jika dibandingkan dengan literatur maka terlihat jelas bahwa pada fase ini folikel dilapisi dengan lapisan multiselular dan zona peluicida dipenuhi oleh ooplasma juga terdapat folikuler cell. Pada fase ini terjadi penungkatan ukuran oosit dan tinggi sel sel folikel tahap ini juga disebut tahap istirahat, (Anonima, 2010).
Folikel sekunder berdiameter sekitar 12mm dengan ukuran oosit didalamnya berdiameter 80µm. Folikel ini dilapisi oleh zona peluicida ini berkaitan dengan mikrovili permukaan oosit. Hal ini sesuai dengan pendapat Brown (1992), bahwa folikel preantrum ditandai oleh berkembangnya 3-5µm lapis glikoprotein tebal yang disebut zona peluicida yang mengintari membran plasma oosit. Dan pada bagian ini terdapat penetrasi persial oleh mikrovili permukaan oosit.

3. Folikel Antrum
Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa folikel antrum, dimana sel sel granulosa semakin banyak hingga folikel nampak lebih besar, dan terdapat rongga antrum dan sel sel telur semakin menonjol. Hal ini sesuai dengan pendapat partodihardjo (1992), bahwa pada folikel anthrum sel sel granulosa lebih banyak sehingga seluruh folikel nampak lebih besar letaknya lebih jauh dari cortex ovarium. Terdapat antrum dan berisi cairan folikel, linguar foliculi, sel telur didalamnya semakin menonjol. Pertumbuhan folikel sekunder menjadi folikel tersier (antrum) terjadi saat hewan dewasa.
Pertumbuhan folikel dari folikel sekunder menjadi dewasa dilanjutkan pada waktu hewan mengalami siklus birahi. Folikel tersier timbul sewaktu sel sel pada lapisan folikel memisahkan diri dan membentuk lapisan rongga. Hal ini sesuai dengan pendapat (Anonima, 2010) bahwa folikel tersier timbul sewaktu waktu sel pada lapisan folikuler memisahkan diri untuk membentuk lapisan dan rongga. Antrum dan ke oogenium akan menonjol. Antrum dibatasi oleh banyaknya lapisan folikuler yang dikenal secara umum sebagai membran granulosa dan diisi oleh suatu cairan jernih yang kaya akan protein dan estrogen.
Dari hasil pengamatan folikel antara terlihat pada fase ini folikel terdapat rongga yang berisi cairan folikuler yang tampak semakin melebar. Hal ini sesuai dengan pendapat (Anonima, 2010), bahwa folikel terdapat dalam rongga yang berisi cairan folikuler yang tampak semakin melebar.
Jumlah yang diperoleh sebanyak 3 folikel. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat sukra (2000), bahwa jumlah folikel antara yang dapat tumbuh sekitar 100-400 folikel, dengan ukuran diameter rata-rata 0,29-8mm.

4. Folikel Preovulatori
Dari gambar diatas maka dapat diketahui bahwa folikel preovulatori, dimana olikel tersebut adalah folikel yang telah matang dan siap untuk diovulasikan sel sel granuloasa semakin banyak, rongga antrum semakin besar, ukuran folikel juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1992), bahwa folikel preovulatori adalah folikel terakhir dan terbesar pada ovarium terdapat pada hewan hewan betina yang birahi atau yang menjelang birahi.
Oosit pada folikel de graff sudah berkembang menjadi sel telur. Sel sel cumulus yang bersandar pada membran bassal, meliputi dinding folikel yang disebut antrum granulosa. Hal ini sesuai dengan (Anonima, 2010), bahwa oosit dan folikel de graff sudah berkembang menjadi sel telur, folikel cumulus oophorus yang bersandar pada membran bassal, menyelimuti dinding yang disebut statum granulosa. Jaringan pengikat yang ada dipermukaan luar membran bassal disebut theca, yang terdiri dari theca interna dan theca externa.
Diameter folikel de graff berbeda beda menurut jenis hewan karena ukurannya yang selalu bertambah, folikel de graff yang matang menonjol keluar melalui permukaan ovarium bagian selaput jenuh. Pertumbuhannya meliputi dua lapisan sel stromata cortex yang mengelilingi sel sel folikuler. Hal ini sesuai dengan pendapat Toilehere (1985), bahwa pertumbuhan folikel de graff meliputi lapisan sel stroma cortex yang mengelilingi lapisan sel folikuler. Lapisan sel tersebut menentukan thecfafoliculli yang dapat dibagi atas theca interna yaitu vesikuler dan theca externa yaitu fibrous. Perkembangan besar bulu bulu daerah cortex dikelilingi folikel, dan pembentukan dua lapisan theca, suatu jala vesculer berbentuk keranjang berkembang dikelilingi folikel, terutama pada theca interna.
Tahap perkembangan folikel preovulasi dinyatakan sebagai proses pemasakan folikel. Perubahan folikel antrum menjadi folikel preovulasi terjadi hanya beberapa hari menjelang estrus bahwa folikel preantrum yang normal tumbuh sakitar 2.000 folikel, rata-rata ukuran diameter folikel preantrum yaitu 0,28-0,3 mm.
Pada pengamatan ketiga tentang jumlah folikel pada antrum diperoleh 3 folikel. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sukra (2000), yang menyatakan bahwa jumlah folikel antrum yang dapat tumbuh sekitar 100-400 folikel. Ukuran diameter dari folikel antrum rata-rata 0,29-8,0 mm.
Pada pengamatan yang keempat jumlah folikel preovulasi adalah 9-18, ini menunjukkan bahwa folikel ini tidak normal. Hal ini tersebut tidak sesuai dengan pendapat Sukra (2000), yang menyatakan bahwa jumlah folikel preovulasi yang dapat tumbuh matang sebanyak 1-4 folikel, sedangkan ukuran dan diameter dari folikel de graff adalah tara rata 10mm. Hal ini didukung oleh Salisbury (1988), bahwa mulai dari 16 sampai akhir siklus birahi hanya sedikit folikel yang menjadi matang, terhitung rata-rata 6,5 folikel tiap ovarium yang menjadi kematangan.

B. Jumlah Folikel
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4 : Hasil Pengamatan Jumlah Folikel dalam Preparat Ovary.
Sayatan
No Jenis folikel I II III IV Jumlah
1. Folikel Primordial 3 1 - 1 5
2. Folikel Preantrum - 1 - - 1
3. Antrum 1 1 1 - 3
4. Folikel Preovulasi 4 1 - - 5
Sumber : Data Hasil Praktikum Reproduksi Ternak, 2010.
Berdasarkan hasil pada tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah folikel primordial adalah 5. hasil yang diperoleh tidak normal karena tidak sesuai dengan pendapat Sukra (2000), yang menyatakan bahwa folikel primordial merupakan folikel primer yang hanya dilapisi oleh satu sel granulosa yang berjumlah 12.000-86.000 folikel. Rata-rata diameter folikel primordial atau akibat lain seperti kerusakan preparat.
Pengamatan yang kedua yaitu jumlah folikel preantrum (Folikel sekunder) yaitu sebanyak 1 folikel. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Sukra (2000) yang menyatakan bahwa pada folikel ini terdapat cumulus ooporus yang bertaut pada sel sel granulosa. Pendapat tersebut didukung oleh (Anonima, 2010), yang menyatakan bahwa cumulus oophorus mengarah keantrum dan bertaut pada sel sel granulosa dan terletak bertentangan dengan sisi yang akan pecah. Pada dasarnya jumlah folikel preantrum yang tumbuh normal sekitar 2000 folikel, rata rata ukuran diameter folikel preantrum yaitu 0,28-0,3 mm.
Jumlah folikel yang diperoleh sebanyak 3 folikel antrum, ini menunjukkan bahwa jumlah ini tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukra (2000), yang menyatakan bahwa jumlah folikel antrum normal sekitar rata rata 100-400 folikel, dengan ukuran diameter rata-rata 0,29-8 mm.
Sedangkan untuk pengamatan ke empat, mengenai folikel preovulasi diperoleh 5 folikel, jumlah ini termasuk normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukra (2000), yang menyatakan bahwa jumlah folikel yang dapat tumbuh normal atau matang sebanyak 1-5 folikel dengan ukuran diameter rata rata folikel de graff adalah 10 mm.

C. Mekanisme Hormonal Betina.


Hypotalamus


(-)
GnRH

(-)

(+) Hypofisa Anterior Prostaglandin

Inhibin

FSH LH

Corpus Luteum (CL)
Estrogen
Ovarium

Folikel Ovulasi

Mekanisme hormonal terhadap pertumbuhan dan perkembangan folikel adalah sebagai berikut; Dengan adanya ransangan pada syaraf hipotalamus sehingga mensekresikan FSH dan LH. FSH akan merangsang pertumbuhan folikel dan bersamaan dengan itulah tumbuh pula theca dan merupakan komponen dari folikel. Semakin tebal theca interna semakin banyak estrogen yang disekresikan dalam darah. Jika kadar estrogen tinggi, maka sekresi FSH akan menurun, sehingga LH terus meningkat sampai mencapai puncaknya. LH diperlukan untuk terjadinya ovulasi dan leunidinisasi.
Hypotalamus merupakan bagian dienchepalon membentuk dasar dan bagian dinding lateral vebtral ketiga pada otak kedalamnya terdapat oniasma optikus, corpus mammilaris tuber citerum, infundibulum dan pers nervosa. Hypotalamus mengatur pelepasan ATC, TSH, dan STH. Leasing pada hypotalamus atau tangkai hypotalamus menyebabkan anthropykelenjar kelenjar adrenal dan tyroid yang mengandung pelepasan ACTH, TSH, dan STH. Hal ini sesuai dengan pendapat Toilehere (1979), yang menyatakan bahwa leasing pada hypotalamus menyebabkan anthropykelenjar kelenjar adrenal dan thyroid serta mengandung pelepasan ACTH, TSH, dan STH.
Fungsi utama dari hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) adalah menstimulasi pertumbuhan dan pematangan folikel preovulasi didalam ovarium da spermatogenesis didalam tubuli seminiferi testes. FSH murni menstimulasikan pertumbuhan folikel pada hewan betina yang dihypophisektomi. Sekresi FSH dihambat olehprogestern dari corpus luteum oleh progesteron dari estrogen dari sel sel cairan folikuler (negative feed backmechanism). Hal ini sesuai dengan pendapat Toilehere (1979), yang menyatakan bahwa sekresi FSH dihambat oleh progesteron dari corpus luteum oleh progesteron dari sel sel cairan folikuler.
Luteinizing Hormon (LH) berbeda beda menurut sifat kimia dan fisiknya pada jenis hewan yang berbeda. Berat molekulnya mencapai 30.000 pada domba dan 100.000 pada babi. LH adalah satuan glikoprotein tetapi unsur hidrat arang tidak penting bagi aktivitas biologisnya karena pengrusakan atau penyingkiranbagin hidrat arang dari molekul tidak menghilangkan aktivitas LH. LH bekerja dengan FSH untuk menstimulasi pematangan folikel LH menyebabklan ovulasai dengan menggertak pemerasan dinding sel dalam pelepasan ovum. Hal i8ni sesuai dengan pendapat Frandson (1998), bahwa kerja LH dan FSH untuk menstimulasi pematangan folikel LH menyebabkan ovulasi dengan menggertak pemerasan didnding sel dalam pelepasan ovum, yang mungkin juga ikut berpengaruh terhadap pembentukan corpus luteum yang berasal dari folikel yang sudah pecah.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
Tahap tahap perkembangan folikel terbagi atas empat yaitu:
a. Folikel primordial sebagai tahap istirahat hanya memiliki selapis sel folikuler kecil, tidak terdapat zona pelluicida dan folikel berkumpul dibawah tunica albugenia dan berjumlah 5.
b. Folikel preantrum ditandai dengan lapisan multiseluler dikelilingi vitellus, terbentuk membran atau zona pelluicida antara oogenium dan sel folikuler juga mengalami peningkatan ukuran oosit dan berjumlah yaitu 1.
c. Folikel antrum yaitu tahap dimana terdapat rongga atau antrum dan rongga tersebut terisi cairan ooplasma dan berderensiasi menjadi beberapa lapis pada dinding folikel dan berjumlah 3.
d. Folikel preovulasi, rongga membentuk seperti ulan sabit dimana cumulus ophourus yang mengarah ke antrum dan bertaut pada sel sel granulosa dan terletak berbentangan dengan sisi yang akan pecah dan berjumlah 5.

Saran
Terus terang kami belum mengerti dari suatu konsep operasional pada praktikum ini, dimana metode praktek hinga sembilan point tersebut hanya beberapa point saja yang kami menegrti. Smoga suatu saat asisten mampu menjelaskan dengan rinci konsep operasional pada beberapa point tersebut, sehingga proses di dapatnya materi tersebut lebih rinci lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonima, 2010. Histologi Sistem Genetalia. http//www.Google.com. Posted By INK Bes. Diakses, 28 Maret 2010.

Anonimb, 2010. Hubungan Sistem Reproduksi Manusia dengan Sistem yang Lain dalam Tubuh. http://peternakanuin.com/ 2007/11/anatomi materi kebidanan. Diakses, 28 Maret 2010.

Anonimc, 2010. Embriogenesis, Fertilisasi, Implantasi, Ovulasi, Partus, Pengaruh Hormonal dan Proses Oogenesis. http://Blog spot by omahe dewe.com. Diakses, 28 Maret 2010.

Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II Edisi Ketiga. UI-Press. Jakarta

Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Marawali, A. 2001. Dasar-Dasar Ilmu reproduksi Ternak. Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Pergiruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Kupang.

Partodihardjo, S. 1985. Ilmu Produksi Hewan. Produksi Mutiara, Jakarta.

Salisbury, G.M. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sukra. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio, Benih Masa Depan Direktorat
Jendral Pendidikan dan Departeman Pendidikan Nasional, Jakarta.
Toelihere, M.R. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar